Komisi XI Pertanyakan Efektifitas PMK 78
Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid mempertanyakan efektivitas dan sasaran dari aturan Peraturan Menteri Keuangan No. 78/2013 (PMK 78) tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Ia menilai peraturan ini mengacu pada Undang-Undang (UU) yang salah dan dapat membunuh usaha rokok kecil.
“PMK No.78 sebetulnya mengacu pada UU yang salah. UU No 39 Tahun 2007 perubahan dari UU No. 11 Tahun 1995 hanya mengatur ketentuan barang kena cukai dengan tarif tertinggi. Tarif tertinggi dikenakan berdasarkan harga jual pabrikan dan harga jual eceran. Harusnya pemerintah menggunakan UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tukas Nusron ketika rapat dengar pendapat dengan jajaran Kementerian Keuangan di Gedung Nusantara I, Senin (3/6) malam.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Bambang Brojonegoro menyatakan,dasar filosofi aturan ini adalah untuk memberikan keadilan bagi produsen rokok kecil yang harus menghadapi persaingan sesama produsen rokok kecil, namun dimodali oleh perusahaan rokok raksasa. Sehingga, PMK ini akan memastikan produsen rokok yang mengaku berskala kecil akan dikenai cukai seperti yang seharusnya.
"Kenyataan ini sudah kita deteksi di lapangan. Jadi yang semestinya membayar layer 1, tapi sekarang membayar dengan tarif layer 2 dan 3, akan membayar dengan semestinya," jelas Bambang.
Namun, Nusron tidak sepaham dengan Bambang. Ia melihat di lapangan bahwa kalangan pengusaha rokok dalam negeri menolak aturan ini. Ia kembali meragukan pemetaan yang dilakukan Kemenkeu.
"Kalau BKF di Kemenkeu membuat aturan ini tapi tidak melakukan pemetaan dengan tepat, ini akan membunuh perusahaan rokok besar ataupun kecil. Apakah BKF sudah melakukan mapping dengan benar?," tegas Nusron. (sf)/foto:odjie/parle/iw.